Flickr

Seni Budaya

Favourite

Jawa Timur

Pages

Bali

Pantai

Popular Posts

About Me

Kuliner

Culture

Transportasi Tradisional

Tampilkan postingan dengan label Biografi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Biografi. Tampilkan semua postingan

10 Mei 2014

KH. Ahmad Wafi Maimoen

Tidak ada komentar :
KH. Ahmad Wafi Maimoen
KH. Muhammad Wafi Maimoen (Putra Ketujuh)

Gus Wafi -demikian dipanggil- adalah putra keempat dari pasangan KH Maimoen Zubair dan Nyai Hj. Masthi’ah. Beliau lahir pada tanggal 15 Maret 1977 M. di Sarang, Rembang, Jawa Tengah. Beliau mengenyam bimbingan agama sejak kecil melalui sang ayah dan para guru di Madrasah Ghozaliyyah Syafi'iyyah. Wafi kecil tumbuh dengan dengan budi pekerti yang baik dan memiliki kepedulian keilmuan yang tinggi.

Setelah lulus dari Madrasah Ghozaliyyah Syafi'iyyah (MGS) -pada tahun 1998 M- beliau mengais ilmu di Universitas Al Fattah Al Islamiy Damaskus, sebuah Universitas terkemuka di Syiria. Di sana beliau mendapat "sentuhan tangan dingin" DR Sa’id Romdhon Al Buthiy, DR Wahbah Az Zuhailiy dan dosen-dosen senior di bidangnya. Selanjutnya -setelah menyelesaikan jenjang pendidikan 4 tahun di Syiria, beliau meneruskan studinya di Universitas Zamalik, kota tua Kairo, Mesir.

Beliau kembali ke Sarang pada tahun 2004 M dengan semangat yang membara dan ide-ide yang brilian, beliau ikut membantu meningkatkan mutu pendidikan di Sarang, khususnya Ma'had Al Anwar tercinta. Saat ini beliau mengajar di kelas Muhadhoroh dengan fann ilmu Tarikh.


Biografi Gus Baha'

4 komentar :

Al Mufassir Al Faqih Asy Syaikh AHMAD BAHAUDDIN NURSALIM An Narukani

Pernah pada sebuah kesempatan, Prof.Quraisy Syihab berkata,"sulit ditemukan orang yg sangat memahami dan hafal detail-detail Al Qur'an hingga detail-detail fiqh yang tersirat dalam ayat-ayat al Qur'an seperti pak Baha'...".

Biografi Gus Baha'Gus Baha', demikian beliau akrab dipanggil oleh santri-santrinya, adalah putra seorang Ulama' Ahli Al Qur'an, KH.Nursalim al Hafizh dari Desa Narukan Kragan Rembang, sebuah desa di pesisir utara pulau Jawa. KH.Nursalim adalah murid dari KH.Arwani al Hafizh, Kudus, dan KH.Abdullah Salam al Hafizh,Pati. Dari silsilah keluarga ayah beliau inilah, terhitung dari buyut beliau hingga generasi ke empat kini, merupakan Ulama'-ulama' ahli Qur'an yang handal. Silsilah keluarga dari garis Ibu beliau, merupakan silsilah keluarga besar ulama' Lasem, Bani mbah Abdurrahman Basyaiban atau mbah Sambu, yang pesareannya di area Masjid Jami' Lasem, sekitar setengah jam perjalanan dari pusat Kota Rembang.

Pendidikan Beliau


Gus Baha' kecil memulai menempuh gemblengan keilmuan dan hafalan al Qur'an di bawah asuhan langsung ayahnya.Hingga pada usia yang masih sangat belia, beliau telah mengkhatamkan hafalan al Qur'an beserta qiro'ahnya dengan lisensi yang ketat dari ayah beliau. Memang, karakteristik bacaan dari murid-murid mbah Arwani mengetrapkan ketetatan dalam tajwid dan makhorijul huruf (GB,Feb '13). Menginjak usia remaja, Kyai Nursalim menitipkan Gus Baha' untuk mondok dan berkhidmat kepada Syaikhina KH.Maimoen Zubair, di PP.Al Anwar Karangmangu Sarang Rembang, sekitar 10 Km arah timur Narukan.Di Al Anwar inilah beliau sangat terlihat menonjol dalam fan-fan ilmu Syari'at seperti Fiqih,Hadits,dan Tafsir.Hal ini terbukti dari beberapa amanat prestisius keilmiahan yang diemban oleh beliau selama mondok di Al Anwar, seperti Rois Fathul Mu'in, dan Ketua Ma'arif di jajaran kepengurusan PP.Al Anwar. Saat mondok di Al Anwar ini pula, beliau mengkhatamkan hafalan Shohih Muslim, lengkap dengan matan,rowi dan sanadnya.Selain Shohih Muslim, beliau juga mengkhatamkan hafalan kitab Fathul Mu'in dan kitab-kitab gramatika Arab seperti Imrithi dan Alfiyah Ibnu Malik. Menurut sebuah riwayat, dari sekian banyak hafalan beliau tersebut menjadikan beliau santri pertama al Anwar yang memegang rekor hafalan terbanyak di Era beliau. Bahkan, tiap-tiap musyawaroh yang akan beliau ikuti, akan serta merta ditolak oleh kawan-kawannya, sebab beliau dianggap tidak berada pada level santri pada umumnya, karena kedalaman ilmu,keluasan wawasan, dan banyaknya hafalan. Selain menonjol dengan keilmuannya, beliau juga sosok santri yang dekat dengan Kyainya. Dalam berbagai kesempatan, beliau sering mendampingi Guru beliau, Syaikhina Maimoen Zubair untuk berbagai keperluan, mulai dari sekedar berbincang santai, hingga urusan mencari ta'bir dan menerima tamu-tamu ulama'-ulama' besar yang berkunjung ke Al Anwar.Hingga beliau dijuluki sebagai santri kesayangan Syaikhina Maimoen Zubair. Pernah pada suatu ketika, beliau dipanggil untuk mencarikan ta'bir tentang suatu persoalan oleh Syaikhina.Karena sangking cepatnya ta'bir itu ditemukan tanpa membuka dahulu referensi kitab yang dimaksud, hingga Syaikhinapun terharu dan ngendikan,"iyo Ha', koe pancen cerdas tenan...".Selain itu, Gus Baha' juga kerap dijadikan contoh teladan oleh Syaikhina saat memberikan mawa'izh tentang profil santri ideal di berbagai kesempatan,"santri tenan iku yo koyo Baha' iku.." begitu kurang lebih ngendikan Syaikhina yg riwayatnya sampai kepada penulis.

Dalam riwayat pendidikan beliau, semenjak kecil hingga beliau mengasuh Pesantren warisan ayahnya sekarang, hanya mengenyam pendidikan dari 2 pesantren, yakni Pesantren ayahnya sendiri di desa Narukan, dan PP.Al Anwar Karangmangu. Pernah suatu ketika ayahnya menawarkan kepada beliau untuk mondok di Rushoifah atau Yaman, namun beliau lebih memilih untuk tetap di Indonesia, berkhidmat kepada almamaternya,Madrasah Ghozaliyah Syafi'iyyah,PP.Al Anwar,dan Pesantrennya sendiri,LP3IA.
Kepribadian Beliau

Setelah menyelesaikan pengembaraan ilmiyahnya di Sarang, beliau menikah dengan seorang Neng pilihan pamannya dari keluarga Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan. Ada cerita menarik saat beliau menikah. Diriwayatkan, setelah acara lamaran selesai, beliau menemui calon mertuanya dan mengutarakan sesuatu yang menjadi kenangan beliau hingga kini. Beliau utarakan, bahwa kehidupan beliau bukanlah model kehidupan yg galmour, dan bahkan sangat sederhana. Beliau berusaha meyakinkan calon mertuanya untuk berfikir ulang atas rencana pernikahan tersebuat, tentu maksud beliau "agar mertuanya tidak kecewa di kemudian hari".Mertuanya hanya tersenyum dan menyatakn "klop", alias sami mawon kalih kulo. Kesederhanaan beliau ini dibuktikan saat beliau berangkat menuju Sidogiri untuk melangsungkan upacara akad nikah yg telah ditentukan waktunya. Beliau berangkat sendiri ke Pasuruan dengan menumpang bus regular alias bus biasa kelas ekonomi, berangkat dari Pandangan menuju Surabaya, selanjutnya disambung bus kedua menuju Pasuruan. Kesederhanaan beliau bukanlah sebuah kebetulan, namun hal tersebut merupakan hasil didikan ayahnya semenjak kecil. Apakah keluarga beliau miskin, hingga harus hidup dengan sederhana? Sama sekali tidak! Dari silsilah keluarga beliau dari pihak ibu, atau lebih tepatnya lingkungan keluarga di mana beliau diasuh semenjak kecil, tiada satu keluargapun yang miskin. Bahkan kakek beliau dari jalur ibu,merupakan seorang juragan tanah di desanya. Saat dikonfirmasi oleh penulis, mengapa beliau lebih memilih hidup sederhana, beliau nyatakan bahwa hal tersebut merupakan karakter keluarga Qur'an yang dipegang erat sejak zaman leluhurnya.Bahkan salah satu wasiat dari ayah beliau, agar beliau menghindari keinginan untuk menjadi "manusia mulya" dari pandangan keumuman makhluk, atau lingkungannya. Hal inilah yang hingga kini mewarnai kepribadian dan warna kehidupan beliau sehari-hari.Semenjak setelah menikah, beliau mencoba hidup mandiri dengan keluarga baru beliau. Beliau tinggal dan menetap di Yogyakarta semenjak 2003. Selama di Yogyakarta, beliau menyewa rumah untuk ditempati keluarga kecil beliau, berpindah dari satu lokasi ke lokasi lain.Semenjak beliau hijrah ke Yogyakarta, banyak dari santri-santri beliau di Karangmangu yang merasa kehilangan induknya. Hingga pada akhirnya mereka menyusul beliau ke Yogyakarta, dan urunan untuk menyewa rumah di dekat beliau, tiada tujuan lain, selain untuk tetap dapat ngaji kepada beliau. Terhitung ada sekitar 5 atau 7 santri mutakhorijin al Anwar maupun MGS yang ikut beliau ke Yogyakarta saat itu. Saat di Yogyakarta inilah kemudian banyak masyarakat sekitar beliau yang akhirnya minta ikut ngaji kepada beliau. Hingga pada tahun 2005, ayah beliau, KH.Nursalim jatuh sakit, dan beliau pulang sementara waktu untuk turut merawat beliau bersama ke empat saudaranya yang lain. Namun siapa sangka, semenjak saat itu dan setelah beberpa bulan kemudian Kyai Nursalim kapundut, Gus Baha' tidak dapat lagi meneruskan perjuangannya di Yogyakarta sebab beliau diamanahi oelh ayah beliau untuk melanjutkan tongkat estafet kepengasuhan di LP3IA Narukan. Banyak yang merasa kehilangan atas keputusan beliau ini, hingga pada akhirnya para santri beliaupun sowan dan meminta beliau kerso kembali ke Jogja. Hingga pada gilirannya beliau bersedia,namun hanya 1 bulan sekali dan hal itu berjalan hingga kini. Selain mengasuh pengajian, beliau juga mengabdikan dirinya di Lembaga Tafsir al Qur'an Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta.

Reputasi Keilmuan Beliau

Selain Yogyakarta, beliau juga diminta untuk mengasuh pengajian Tafsir al Qur'an di Bojonegoro Jawa Timur. Jika Jogja di minggu terakhir, maka Bojonegoro di minggu kedua tiap bulannya. Hal ini beliau jalani secara rutin dari 2006 hingga kini.
Di UII, beliau merupakan ketua Tim Lajnah Mushaf UII. Bersama timnya yang terdiri dari para Profesor, Doktor, dan ahli-ahli al Qur'an dari seantero Indonesia, seperti Prof.Dr.Quraisy Syihab, Prof.Zaini Dahlan, Prof.Shohib, dan para anggota Dewan Tafsir Nasional yg lain. Hingga suatu kali beliau ditawari gelar Doctor Honoris Causa dari UII, namun beliau tidak berkenan. Dalam jagad Tafsir al Qur'an di Indonesia, beliau termasuk pendatang baru, dan sama sekali satu-satunya anggota dari jajaran dewan tafsir nasional yg berlatar belakang pendidikan non formal dan non gelar.Meskipun demikian, ke'aliman dan penguasaan keilmuan beliau sangat diakui oleh para ahli Tafsir Nasional. Hingga suatu kesempatan pernah diungkapkan oleh Prof.Quraisy bahwa kedudukan beliau di dewan tafsir nasional selain sebagai "Mufassir" namun juga sebagai "Mufassir Faqih", karena penguasaan beliau pada ayat-ayat ahkam yang terkandung dalam al Qur'an. Setiap kali lajnah "menggarap" tafsir dan mushaf al Qur'an, posisi beliau selalu di 2 keahlian, yakni sebagai Mufassir seperti angota lajnah yang lain, juga sebagai Faqihul Qur'an, yang mempunyai tugas khusus menguari kandungan Fiqh dalam ayat-ayat ahkam al Qur'an.

Dr. KH. Abdul Ghofur Maimoen

1 komentar :

Gus Ghofur, demikian Putra kelima KH. Maimoen Zubair dari istri kedua, Ibu Nyai HJ Masthi'ah, biasa dipanggil. Pemilik nama lengkap Abdul Ghofur ini dikenal bandel semasa kecilnya. Tidak seperti kakak-kakaknya, Ghofur kecil terhitung sering bermain seperti layaknya anak-anak di kampung nelayan. Namun, sebagai putra Ulama, sifat-sifat kesalehan yang ditanamkan orang tuanya, membuat ia berbeda dari anak kampung sebayanya.


Pendidikan dasar hingga menengah dituntaskannya di Madrasah Ghazaliyah Syafi'iyyah, Sarang, Rembang. Semasa belajar di Ghozaliyah, putra Mbah Moen yang sudah dikenal cerdas dan kritis sejak belia ini banyak meraih prestasi. Bintang Kelas dan Rais kelas, sebuah jabatan prestisius di lingkungan pesantren Sarang, hampir tidak pernah luput dari genggamannya.

Tidak hanya urusan pelajaran, di bidang organisasi pun prestasinya cukup mengkilap. Selama dua periode berturut-turut Ghofur remaja dipercaya sebagai ketua Demu MGS (OSIS-nya MGS).

Seabrek prestasi ditambah kedudukannya sebagai putra Ulama, tidak membuatnya angkuh, sombong dan dumeh (mentang-mentang). Memang demikian putra-putri Mbah Moen dididik. Untuk ukuran agagis dengan santri ribuan, putra-putri Mbah Moen relatif bersikap egaliter.

Usai menyelesaikan pendidikan di MGS tahun 1992, Gus Ghofur sempat membantu Abahnya mengajar di pondok dan mengomandai keamanan Pusat. Pada 1993 beliau melanjutkan studinya di Al-Azhar University, Kairo. Ini merupakan hal baru dalam tradisi pendidikan putra-putri Mbah Moen.

Di Kairo, kecerdasannya kembali menorehkan prestai mengkilap. Selama empat tahun menyelesaikan program S1 Usuhuludin jurusan Tafsir di Al-Azhar, semua ujian dilaluinya dengan nilai Jayiid Jiddan, sebuah prestai langka di kalangan mahasiswa Indonesia di Kairo. Materi Program S2 di jurusan yang sama selama dua tahun juga dilahap dengan hasil akhir Jayyid Jiddan.

Keberhasilan itu tidak lepas dari ketekunan dan kesabaran yang "tiba tiba" menjadi kebiasaan beliau selama belajar di Kairo. Ketika di MGS Sarang, beliau tidak termasuk orang yang rajin. Tetapi sejak di Kairo beliau bisa dan biasa menghabiskan waktu berjam-jam untuk memelototi kitab. Dan ketika ketekunan dan kesabaran itu dipadu dengan karunia Allah, kecerdasan, maka prestai akademik adalah sesuatu yang niscaya terjadi.

Tentang hal ini ada kawan yang bercerita, "Sing ngajari bahasa Inggris Gus Ghofur, ki, aku. Eh, pas ujian aku mung Jayyid Jiddan, Gus Ghofur malah mumtaz". Siapa yang tidak tahu kalau ketika pertama kali datang ke Kairo Gus Ghofur Awam bahasa Inggris. Namun ketekunan dan kesabarannya telah berhasil menjinakkan ujian bahasa Inggris di Al-Azhar.

Setelah melalui perjuangan yang melelahkan, pada 2002 gelar Master berhasil diraihnya. Dikatakan melelahkanm karena untuk mencapi gelar itu Gus Ghofur harus menulis tesis setebal 700 halaman dan harus mencantumkan banyak maraji'. Padahal tradisi menulis baru ia tekuni sejak tahun keempatnya di Kairo. Orang yang mengenal Ghofur kecil dan tidak mengikuti perkembangannya di Kairo pasti terheran-heran ketika googling "Abdul Ghofur Maimoen" di internet. Sebab hasil googlingitu akan menampilkan berbagai tulisan beliau yang pernah dimuat di dunia maya. Ya, dari Abdul Ghofur yang gagap tulis menjadi Abdul Ghofur yang produktif menulis.

Gus Ghofur mengakhiri masa lajangnya pada tahun 2003. Gadis yang beruntung dipersuntingnya adalah Nadia, putri KH Jirijis bin Ali Ma'shum Karpyak Yogyakarta. Dari perkawinannya beliau telah dikaruniai seorang putra bernama Nabil.

Kader NU Mesir Raih Gelar Doktor Tafsir dari Univ Al-Azhar

Desertasi setebal 1700 halaman dan terbagi menjadi 2 jilid ini disidangkan pada hari Sabtu (12/6) di Auditorium Abdul Halim Mahmud, Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar. Salah satu kader terbaik Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Mesir, Abdul Ghofur Maemun, kembali telah mengharumkan nama baik Indonesia dan menambah deretan peraih gelar Doktor di bidang ilmu tafsir. Ia lulus setelah dapat mempertahankan dari desertasinya yang berjudul Hasyiah Al-Syekh Zakaria Al-Anshary Ala Tafsir Al-Baidhawy, Min Awwal Surah Yusuf Ila Akhir Surah l-Sajdah dengan hasil yang mumtaz ma'a martabati syarafil ula (summa cumlaude) dari Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir. Yang menarik adalah prakata dan kutipan akhir sebelum pengukuhan gelar dari para guru besar dan tim penguji terhadap desertasi putra kiai kharismatik asal Sarang, Jawa Tengah, KH Maemun Zubair ini adalah "Syarah dan komentar yang ditulis Syeikh Abdul Ghofur ini lebih baik dari yang di tulis Syeikhul Islam, Syekh Zakaria al-Anshori". Sementara Rais Syuriyah PCNU Mesir Dr Fadlolan Musyaffa berkomentar "Ini sungguh luar biasa. Andai ada nilai di atas summa cumlaude, mungkin akan dianugerahkan pada sidang disertasi Gus Ghofur. Sayang, hasil itu sudah mentok paling atas," terangnya seusai acara. Desertasi setebal 1700 halaman dan terbagi menjadi 2 jilid ini disidangkan pada hari Sabtu (12/6) di Auditorium Abdul Halim Mahmud, Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar. Sebagai tim pengujinya adalah Prof Dr Muhammad Hasan Sabatan, guru besar Tafsir dan Ulumul Qur`an Fakultas Ushuluddin Kairo (penguji dari dalam), Prof Dr Ali Hasan Muhammad Sulaiman, guru besar Tafsir dan Ulumul Qur`an Fakultas Dirasat Islamiyyah Banin Kairo (Penguji dari Luar) dan dua pembimbing Prof Dr Sayid Mursi Ibrahim Al-Bayumi, Guru Besar Tafsir dan Ulumul Qur`an Fak.Ushuluddin Kairo dan Prof Dr Abdurrahman Muhammad Aly Uways, guru besar Tafsir dan Ulumul Qur`an Fak. Ushuluddin Kairo. Selain itu juga, sidang yang dimulai pukul 14.00 waktu setempat dihadiri sekitar seratusan lebih mahasiswa/i dan simpatisan baik warga Indonesia maupun Mesir.